Selasa, 31 Juli 2012

TPP Serahkan Sepenuhnya pada Daerah

Rabu, 23 Mei 2012 15:04:31  •  Oleh : redaksi  •    Dibaca : 909
TPP Serahkan Sepenuhnya pada Daerah


Beragam model telah dicoba oleh pemerintah dalam memberikan Tunjangan Profesi Pendidik (TPP) bagi guru yang bersertifikat. Pada tahun awal, TPP diberikan langsung dari kementerian ke rekening guru. Dirasa kurang efektif, Kementerian Keuangan akhirnya mengeluarkan aturan baru bahwa TPP diberikan dengan model Dana Transfer Daerah. Artinya pemerintah kota/kabupaten yang memberikan langsung ke rekening guru.

Sekilas model ini tampak lebih efektif, namun tidak demikian di lapangan. Untuk TPP triwulan pertama 2012 yang paling lambat harus diberikan pada April, hingga berakhir Mei ini masih saja ada yang belum menerima. Berdasarkan pengalaman Drs Supriyadi MPd, Kepala Bidang Fungsional Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan Kota Malang, meski tampak efektif sejatinya secara teknis model ini masih menyulitkan.
Sebabnya, pemerintah pusat –dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan- masih memegang kendali penuh. Untuk guru penerima TPP, masih harus menunggu turunnya Surat Keputusan yang teramat detil untuk diurus pemerintah pusat. Sudah begitu, data penerima yang diputuskan kerap tidak sesuai dengan data yang dimiliki oleh dinas pendidikan daerah. Akibatnya beberapa daerah menerima dana TPP kurang dari jumlah penerima.
Itu belum ditambah dengan administrasi di Kemdikbud yang terlalu lama. SK guru penerima pada setiap jenjang menunggu dari setiap direktorat jenderal. Padahal bila daerah tidak bisa mencairkan secara bersama, dimungkinkan muncul gejolak. Pak Pri, sapaan akrabnya, mengusulkan sekalian saja urusan TPP ini diserahkan daerah. Berikut penuturan Pak Pri kepada Mas Bukhin dan fotografer Rakmat Basuki dari KORAN PENDIDIKAN. 
Pada banyak daerah, TPP Triwulan pertama 2012 ini masih banyak yang belum cair, padahal harusnya April sudah tuntas. Bagaimana dengan Kota Malang?
Untuk Kota Malang, Alhamdulillah, pada April lalu TPP untuk guru yang sudah bersertifikat sudah kami transfer ke rekening masing-masing. Hanya memang terjadi kekurangan jumlah dana sebab dana yang diberikan dari Kementerian Keuangan tidak sesuai dengan jumlah guru penerima yang sudah di SK kan oleh Kemdikbud. Jadi dengan dana jumlah yang ada itu, dalam hitungan kami, baru mengkaver TPP untuk dua bulan saja. Sedang untuk satu bulannya masih menunggu pencairan tahap kedua dari Kementerian Keuangan.
Kenapa bisa terjadi perbedaan data jumlah penerima dan jumlah dana itu?
Kementerian Keuangan itu memberikan dana untuk TPP berdasarkan data dari Kemdikbud. Itu pun masih dipengaruhi oleh besaran persentase jumlah dana dekonsentrasi yang diberikan pada daerah. Sudah begitu, data yang ada di Kemdikbud itu kadang tidak sesuai dengan usulan yang sifatnya verifikatif dari dinas pendidikan di daerah. Sehingga kerap ditemukan, di data Kemdikbud itu; guru yang sudah pensiun dan meninggal masih tercantum. Begitu juga guru bersertifikat yang berdasarkan evaluasi beban mengajar tidak mencukupi namun masih mendapatkan TPP.
Berarti soal data guru penerima itu yang lebih valid harusnya yang diusulkan oleh Dinas Pendidikan di daerah?
Iya, sebab daerah yang tahu kondisi gurunya. Seperti yang saya sebut tadi, guru yang pensiun dan guru yang meninggal kan tidak langsung terupdate oleh pusat. Kemdikbud memang punya data guru yang menerima sertifikat tapi perkembangannya tidak tahu. Termasuk hasil evaluasi kinerjanya. Nah, hasil verifikasi itu yang menjadi usulan meski kadang keluarnya tetap saja tidak sama.
Itu belum termasuk guru yang mutasi?
Kalau mutasi kan lebih gampang, orangnya masih ada. Kalau pun beda satuan pendidikan, tinggal dikonfirmasi. Yang repot itu kan yang sudah pensiun. Secara hukum sudah tidak berhak atas TPP tapi di SK nya ada. Mereka kan bisa saja berfikiran; Ah, jangan-jangan saya masih dapat, lha nama saya ada. Untuk yang begini ini, biasanya kami minta guru itu menelusuri saja hingga ke pusat.
Selain soal jumlah dana yang kerap tidak sesuai dengan jumlah yang diusulkan, kendala teknis lain yang berpotensi memperlambat pencairan TPP itu seperti apa?
Kendala teknis itu lebih banyak ada di Kemdikbud sendiri. Setiap guru penerima TPP itu kan namanya harus masuk SK dari Kemdikbud berdasarkan jenjang pendidikannya. Nah, ada tiga jenjang pendidikan berbeda dengan tiga direktorat yang berbeda pula dalam memberikan SK. Ada direktorat PAUDNI (untuk guru PAUD dan TK), ada direktorat pendidikan dasar (untuk guru SD dan SMP), dan ada direktorat pendidikan menengah (untuk guru SMA dan SMK). Masalahnya tiap direktorat ini selalu berbeda waktu dalam menerbitkan SK nya.

Apa kaitannya dengan pencairan?
Kami di Dinas Pendidikan tentu tidak berani mencairkan setiap jenjangnya kalau tidak bersamaan, menunggu semua SK itu turun dari tiga direktorat. Takut muncul gejolak. Bisa dibayangkan kalau SK guru PAUD dan TK dulu yang turun lalu kami cairkan, sementara jenjang yang lain masih belum tahu kapan SK nya? Bisa-bisa kita dianggap mengendapkan dana itu di bank. Dianggap tidak adil. Padahal tanpa SK itu, kita tidak bisa cairkan. 
Seperti apa sebenarnya gambaran dari SK bagi guru penerima itu?
Sangat detil. Setiap guru yang namanya ada di SK, itu sudah termuat semua identitas kepegawaiannya, identitas setifikasinya, satuan kerja dimana dia mengajar atau bertugas, sampai nomor rekening dan banknya. Bisa Anda bayangkan, Kemdikbud harus membuat SK seperti ini untuk semua guru di Indonesia. Jelas butuh waktu toh. Sudah begitu, daerah tidak diberikan data digital dari data-data ini sehingga harus kerja ulang, ngetik lagi.
Berarti, meski niatan awalnya untuk efektivitas, toh model pencairan lewat dana transfer daerah ini juga tidak seefektif yang dibayangkan?
Sebenarnya bisa lebih efektif kalau sekalian saja semua urusan yang terkait dengan pencairan TPP itu serahkan pada daerah. Seperti yang saya sebut tadi, kendala teknisnya ya seperti itu. Ada beban yang terlalu besar di Kemdikbud dalam menerbitkan SK itu. Padahal datanya juga berasal dari daerah. Kenapa tidak sekalian saja daerah yang membuat SK guru penerimanya? Nanti daerah tinggal melaporkan itu ke Kemdikbud dan juga Kementerian Keuangan. Atau bisa juga dibalik; urus saja semua yang terkait dengan TPP ini oleh pemerintah pusat, termasuk transfernya. Jadi daerah tinggal lihat saja. he he
Kalau menyerahkan sepenuhnya pada daerah, apa semua daerah siap?
Saya rasa secara teknis tidak ada masalah. Sebab itu tadi, data guru itu kan yang punya daerah beserta perkembangannya. Kalau pusat ragu, kan tinggal mendesain model pengawasan dan pelaporannya. Dan satu lagi, soal besaran dana transfer untuk TPP ini hendaknya jangan dikaitkan dengan persentase dana dekonsentrasi yang menjadi bagian daerah.
Maksudnya? 
Dana dekonsentrasi, termasuk untuk TPP, itu setiap daerah kan berbeda. Bukan saja berdasar jumlah guru penerima, tapi dipengaruhi juga oleh besaran pendapatan asli daerah yang disumbangkan ke pusat dan juga alokasi dana APBD untuk pembangunan. Pada daerah yang APBD nya banyak habis untuk belanja pegawai, kan dekonsentrasinya kecil. Ini membuat daerah akan mensupport lebih besar termasuk meminta dukungan pendanaan dari provinsi.(*)
Biodata

Nama : Drs Supriyadi MPd
Lahir : Trenggalek, 20 Desember 1959
Alamat : Jl Kiai Parseh Jaya 8 Malang
Pendidikan : SDN Bogoran Trenggalek
: SMPN Kapak Trenggalek
: SMPS Negeri Malang
: S1 PLS IKIP Malang
: S2 IPS Unikan Malang
Karir : 1982 Guru SMP Hudaya Malang
: 1988 Tenaga Lapang Dikmas Depdikbud Malang
: 1990 Penilik Dikmas Depdikbud Malang
: 1997 Kepala Depdikbud Kec Kedungkandang
: 2001 Kepala UPTD Sukun
: 2005 Kepala UPTD Klojen
: 2008 Kepala UPTD Blimbing
: 2010 Kasi Kurikulum Dikmen Diknas Kota Malang
: 2011 Kabid Fungtendik Diknas Foto Malang
Keluarga : 1 Istri, 3 Anak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar